Rabu, 21 Oktober 2009

Fatwa Malaikat Jibril arrow 2005 arrow Shalat Dua Bahasa

Sebuah penjeraan dapat menghasilkan kesucian.
(Sapaan Malaikat Jibril, 17 Mei 2005)

Home arrow Fatwa Malaikat Jibril arrow 2005 arrow Shalat Dua Bahasa
Shalat Dua Bahasa PDF Print E-mail
Fatwa Malaikat Jibril - 2005
Article Index
Shalat Dua Bahasa
Babi Tak Haram Lagi
Surga di Dunia
Dua Surga
Imam Mahdi Ditolak
Keluarga Bung Tomo
Penebusan Dosa Umat
Pencantuman Foto di Al Quran
Pemburu Hantu di TV
Fatwa untuk MUI
Nasib Koruptor KPU
Wahyu Tuhan
Page 10 of 12

Dan inilah fatwaku bagi MUI atas kejadian ini:

“Kandungan Al Jatsiyah ayat 23 ini kupadukan kekuatannya dengan sumpah Muhammad Yusman Roy yang bersedia diazab Allah bila dia salah dan sesat, sebagai landasan turunnya azab bagi yang bersalah dalam peristiwa kejadian ini. Adalah MUI yang telah mengeluarkan fatwa, dan adalah Kepolisian Malang yang menahannya, dan adalah Bupati Malang yang telah mengeluarkan keputusan penghentian kegiatan Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya. Kuhadapkan kepadamu kekeramatan Surat Al Jatsiyah ayat 23 yang menjadi landasan Tuhan menerangkan asas hukum-Nya mengadili MUI dan semua yang terlibat menghakimi Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya.

Dan adalah sumpah Muhammad Yusman Roy yang diucapkan kepada media massa yang disambut Allah. Kukabarkan kedua hal itulah yang terjalin menjadi kekuatan membawa turun azab-Nya untuk mereka semua. Begitulah ancaman kebutaan untuk mereka yang menghakimi kebenaran. Butalah mata mereka, sebuta hatinya. Camkanlah itu sebagai ancamanku bilamana kau tak segera memulihkan penindakan terhadap Muhammad Yusman Roy dan pesantrennya”.

Sebaik-baik fatwa adalah yang mempertimbangkan kebenaran yang sejati. Adalah sebuah kebenaran sejati bagi kaum santri Pesantren I’tikaf Ngaji Lelaku yang menerjemahkan ayat-ayat Al Quran dalam shalatnya. Dan kami bersaksi atas nama Tuhan Yang Disembah, bahwa tiadalah mereka salah dan sesat. Seperti itulah kebenaran maksud yang terkandung dalam Surat Ad Dukhan ayat 58 dan Surat Al Qamar ayat 17, 22, 32 dan 40:

Surat Ad Dukhan ayat 58:

Ad Dukhaan ayat 58

“Sesungguhnya Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran”.

Surat Al Qamar ayat 17, 22, 32, dan 40:

Al Qamar ayat 17

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”

Sungguh, semua ayat-ayat tersebut bila diamalkan, jadilah seperti apa yang dihayati oleh Ustadz Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya. Janganlah menghakimi orang-orang yang beriman dan yang beribadah dengan baik. Wahai kaum MUI Malang, daerah tempat tinggalmu itu sangat dekat dengan sumber kemusyrikan di Gunung Kawi. Cobalah kautengok tempat itu. Apakah kesalahan mereka di sana itu tak terlalu buruk bagimu sehingga kemusyrikan mereka kaubiarkan? Dan apakah ibadah jamaah Pesantren I’tikaf Ngaji Lelaku itu sangat berbahaya sehingga sumber kemusyrikan di Gunung Kawi tak kaularang sebagaimana penghakiman terhadap Muhammad Yusman Roy? Sungguh tak adil Anda itu!

Atas Nama Allah Yang Disembah, di zaman dahulu kutuntunkan ibadah yang benar kepada Nabi Muhammad. Kujawabkan segala pertanyaannya dahulu kepadaku. Akulah pembimbingnya bershalat sehingga shalat itu kekal hingga kini. Maka, kepadaku pulalah terpulang hal-hal yang dipertanyakan perihal shalat nabi. Para mukmin mengaji dan bershalat mencari hidayah Tuhan. Ustadz Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya mencari hidayah dengan cara baru. Maukah melihat itu tak seperti shalat-shalat sunnah yang banyak dikarang-karang tapi tak mengena? Sungguh banyak macam shalat sunnah yang merupakan bid’ah. Karena sesungguhnya, Tuhan itu sudah jenuh dengan hiruk-pikuk dzikir dan heran melihat begitu banyak shalat sunnah yang bid’ah.

Mengapa tak kaupikirkan itu dan kauluruskan dengan fatwamu? Hiruk-pikuk berdzikir itu kataku adalah cara ibadah yang tak mengena. Tuhan Maha Mulia dan Maha Kuasa. Kaupuji-puji pun kalau tak sambil mensucikan diri, pujian kepada-Nya itu takkan digubris oleh-Nya. Tak berkurang maupun bertambah kemuliaan Tuhan yang nama-Nya heboh didzikirkan kepada-Nya. Tuhan Maha Akbar dan Maha Agung. Dia tak melihat dzikiran itu menambah keimanan tapi lebih pada keborosan ibadah. Untuk apa menyebut pujian kepada Tuhan sebanyak itu, bukannya berterus terang saja secara langsung membicarakan kebutuhanmu dalam doa-doamu?

Rahmat Allah tertuju kepada orang saleh yang sering berbuat baik dan yang tak suka berbuat keonaran dan kesalahan atau orang yang bertaubat menyesali perbuatan dosa-dosanya. Jadikan saja dirimu seperti itu. Tanpa repot-repot berdzikir pun Anda penuh rahmat. Berdzikir akbar semacam itu hanya membuat berisik dan Allah pun jengah. Disangkanya Allah itu sangat suka dipuji-puji. Seakan rahmat-Nya baru turun kalau dipuji. Tak terlihat sebagaimana kebajikanlah yang menyebabkan turunnya berkah dan rahmat-Nya. Sorry, aku tak menggurui untuk membenci dzikiran. Tapi, aku suka mengajarkan kelogisan beribadah dan menjelaskan sifat Allah yang sebenarnya.

Pujilah Tuhan karena kau takjub akan rahmat karunia-Nya. Jangan mengecilkan eksistensi Tuhan karena Tuhan Maha Akbar. Mengeramatkan kuburan-kuburan itu adalah mengecilkan eksistensi Tuhan Yang Maha Akbar, begitupun kebiasaan dzikiran. Upacara-upacara dzikir akbar setara dijalankan dengan pengeramatan tokoh dan kuburan. Aku mengajarimu mana-mana yang perlu diluruskan. Bolehlah kau membayangkan bahwasanya Tuhan itu Maha Bijaksana dan Maha Melihat. Bijakkah Dia bila Dia sangat suka dipuji dan baru memberi rahmat-Nya kalau nama-Nya dipuji-puji dan diteriakkan beramai-ramai? Bertaubatlah, adakan taubatan nasuha nasional. Dengan cara itulah Tuhan niscaya iba dan terharu sehingga Dia menurunkan ampunan dan pertolongan-Nya. Tak beranjak turun pertolongan-Nya oleh puji-pujian. Penyesalanmu atas dosa-dosa yang berlimpah, itulah yang ditunggu-Nya.

Cobalah memikirkan semua itu dengan logis. Sekiranya, mana yang lebih disukai Tuhan, pertaubatan atau puji-pujian? Maha Suci Allah Yang Maha Terpuji. Dia Sempurna dalam Kemahaan-Nya. Jadi, tak mengena kebiasaan dzikiran akbar itu. Pertaubatanlah yang lebih mengena dikerjakan. Kukritisi acara dzikir akbar Ustadz Haryono yang dilimpahi jamaah. Masa’ ahli pengobatan alternatif yang konon dapat memindahkan penyakit dari orang ke kambing itu terpuji banget! Para kambing jadi korban. Bodohkah semua orang itu, mau saja percaya pada akal-akalan semacam itu? Coba aku mau lihat apakah bisulan itu bisa pindah ke kambing. Sok banget Ustadz Haryono itu mengaku bisa mindahin penyakit. Aku saja tidak bisa! Sebab, kemukjizatan kesembuhan terjadi sebagai rahmat atas buah pahala kebajikan. Sementara, penyakit itu terjadi sebagai sanksi atas perbuatan dosa. Bayangkan, kambing tidak salah apa-apa, tiba-tiba ketiban penyakit orang lain. Hitungan timbangan pahala dan dosa jadi kacau dong kalau begitu.

Aku jadi enggan menghitung-hitung pahala dan dosa kalau banyak orang mencurangi nasib sesama atau makhluk lain seperti itu. Bodo, aku juga enggan menjelas-jelaskan masalah mistik yang tak masuk akal seperti itu. Sudah jelas tak logis, masih saja mau dipercaya. Tapi, lihat saja jamaah Ustadz Haryono berlimpah. Acara-acara dzikir akbarnya selalu bergaung luas. Coba dia mau melibatkan diri menyelenggarakan taubat nasuha nasional, semoga perkaranya dengan kambing-kambing dan masyarakat diampuni Tuhan.

Dzikiran akbar yang suka diacarakan oleh Ustadz Haryono terlihat lebih pada promosi keselebritiannya. Gubernur Jawa Timur, Imam Oetomo, bahkan tampak hadir di acaranya. Para tokoh pun sepertinya mengaguminya.

Upacara keagamaan seringkali terlihat terlepas dari pokoknya. Keilahian seakan berubah menjadi keselebritian. Penyelenggaranya berupaya tampil menjadi selebriti. Ulama ingin menyerupai artis. Para artis yang hidup bebas, sesekali ingin menggaet simpati masyarakat dengan berjubah atau berkerudung, karena tampil sebagai presenter dalam acara keagamaan atau hari-hari keagamaan. Jubah atau kerudung mereka, itukah tanda kesalehannya? Nuansa keagamaan beranjak menjadi lain. Para artis mewawancarai ulama. Ulama suka berceramah ditemani artis. Kalau sedang bersama ulama, artis berkerudung seperti ustadzah, aktor berpakaian seperti orang alim. Di lain hari, tampil di acara gosip infotainment dan berpakaian terbuka auratnya. Ulama tersenyum menyertainya karena sudah kenal baik dengannya.

Naudzubillah min dzalik! Itu terlihat di pentas pemberian penghargaan untuk tayangan unggulan bulan Ramadhan. Ulama MUI tampil di atas pentas memberikan penghargaan seperti kaum perfilman dalam acara penghargaan Grammy Award atau Academy Award. Adapun itu sungguh pelik penilaianku. Gaya kaum selebriti Hollywood-kah yang sudah ditiru MUI? Kehebatan kaum MUI-kah ataukah para artis yang telah mempengaruhi para ulama? Simaklah Surat Shaad ayat 61:

Shaad ayat 61

Mereka berkata: “Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini, maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka.”

Arti padanan:
Siapa-siapa yang menjerumuskan ke dalam azab, berarti merekalah yang dilipatgandakan hukumannya. Hentikanlah perilaku konyol semacam itu. Sungguh tak berguna mengadakan pentas pemberian penghargaan. Malaikat saja tak bisa melihat seberapa nilai kebaikan acara itu selain hanya berfoya-foya dan bergaya hidup yang cenderung untuk menyombongkan diri. Pandanglah keagamaan itu dalam sisi kesucian saja, karena itu adalah hakekat agama.

Penyematan penghargaan keagamaan untuk artis atau acara artis di kalangan ulama sama saja. Siapa yang mendahului, siapa yang mempopulerkan. Tapi, agama pun berkurang kesakralannya.

Kemegahan acara dzikir akbar berkembang seperti jamur di musim hujan. Hanya kebisingan mencari muka kepada-Nya yang terlihat oleh kami. Karena, kau hanya sibuk berdzikir tetapi tetap melakukan dosa. Sucikan diri, jangan melakukan dosa, ibadah yang benar, dan berdoalah dengan bahasa yang kau mengerti. Jangan biasakan berteriak-teriak di loudspeaker. Mengganggu lingkungan saja. Berendah hatilah bila kau bersembahyang. Cobalah hening bila menyembah Allah. Pergunakanlah bahasa Arab bila kau membaca ayat-ayat-Nya. Namun sambil kauhadirkan pemahamannya secara langsung. Bila tak kau sanggupkan hal itu, berdoalah kepada Allah secara langsung dengan bahasamu sendiri. Maka, tiada ikhtiar yang terbaik kecuali membacakan doa dalam bahasa yang dimengerti. Berbahasa sendiri tak mungkin terlepas maknanya dari apa-apa yang diinginkan. Dan Tuhan menjawab juga dalam bahasamu sendiri. Shalatlah dengan mempergunakan bahasa Arab yang lazim, tapi bila kamu ingin berikhtiar dialog yang mudah dengan-Nya, dapat kauterjemahkan ke dalam bahasamu sendiri. Terjemahkan ayat-ayat itu dengan benar, itu pun berlaku sebaik bahasa Arab.

Lebih baik mengaji terjemahan agar umat lebih mendalam menghayati isi Al Quran. Jangan dipaksakan menghafal bahasa Arabnya. Bukannya tak perlu, melainkan membaca terjemahan yang dimengerti adalah merupakan cara yang mudah memahami esensi isi Al Quran. Untuk apa dihafal kalau tak mengerti maknanya? Bahasa Arab jangan diberhalakan. Sandi-sandi terorisme pun berbahasa Arab juga. Jauhi keberimanan yang dangkal. Kajikan Al Quran dengan cara yang tepat. Hentikan kebisingan menghujat dan berkomentar salah sehingga membingungkan umat.

Akankah kau ingin menjadikan Majelis Ulama Indonesia terlihat buruk sekali? Inilah masanya kuterpurukkan kamu ke dalam permainanku. Kupertentangkan kamu dengan masalah-masalah keagamaan yang pelik dan kutunggu fatwa-fatwamu yang lain.

Sungguh, bila kamu semua tak mau bertaubat karena telah berfatwa buruk terhadap kami, tak kaujalani jalan yang baik, maka kau senantiasa terjerumus di jalan yang sesat, kau tak diindahkan Allah; bahkan, menjadilah bencana dan celaka apa-apa yang kaudoakan. Berbondong-bondong malaikat menutupi jalanmu. Itu sama saja dengan membiarkan kamu terjerumus melakukan kesalahan. Terlihat bodoh dan salah selalu. Aku sangat perkasa menempatkanmu dalam kesulitan dan kehinaan.

Sudahi fatwamu terhadap kami maupun terhadap Pesantren I’tikaf Ngaji Lelaku. Itu adalah dua tolok ukur kesesatanmu. Kalau kau menjadi buta karenanya, jangan sesalkan nasibmu, apalagi menyalahkan aku atau Allah yang mengazabmu.

Akulah Hakim Allah, yang bebas berperkara dengan para pendurhaka dan penganiaya Rasul Allah. Sungguh, bila aku sedang berperkara dengan MUI, tiada kesulitan yang paling rumit dan berat di dunia ini melainkan yang sedang berperkara denganku.

Akulah Jibril, yang tak terbatas kecerdasannya dan berkewenangan penuh sebagai utusan-Nya yang mengadili setiap dosa umat manusia di akhir zaman. Aku pun malaikat pencabut nyawa, yang bebas mengakhiri nyawa orang-orang yang tak patut hidup lebih lama lagi. Dan adalah penentang Rasul dan pembuat masalah yang rentan dijatuhi hukuman mati. Memang, ini adalah hari-hari penampian ruh. Orang-orang yang merepotkan niscaya lebih baik disingkirkan. Lebih baik dunia lengang tapi bersih. Tengok saja kematian-kematian yang terjadi begitu mudahnya. Aku pun pelaksana Penghakiman Tuhan terhadap segala dosa. Maka, jangan mengabaikan ancamanku ini.

Betapa MUI terdesak oleh peringatan-peringatan dan ancamanku. Walau Anda semua seakan mendiamkan teguran-teguranku itu semua, tak dapat kaubatalkan segala tuntutanku kepadamu melalui cara apa pun. Berilah bantuan kepada orang-orang miskin yang menderita, untuk mengupayakan pahala keringanan. Beriktikaflah selamanya atau tuntutlah aku ke pengadilan atau nyatakan kekuasaanmu atas diri kami. Berdoalah sebanyak-banyaknya, tapi aku berkata,”Butalah kamu karena kesesatanmu membuat dua fatwa yang fatal menghakimi kebenaran.”

Sekarang langka fatwa-fatwamu yang akan dibenarkan. Tertulis fatwa-fatwamu yang dipergunjingkan. Kala masyarakat bermakmum kepadamu dan bertaat pada fatwa-fatwamu, kami akan tampil memberdayakan keampuhan ayat-ayat suci Al Quran untuk membatalkan fatwa-fatwamu yang salah. Sungguh Maha Suci Allah yang memerangkapmu, menjadikan fatwa-fatwamu sesat. Berfatwalah, niscaya selalu sesat! Karena kami mempermainkanmu. Niscaya, inilah hari yang dimaksudkan dalam Surat Huud ayat 105:

Huud ayat 105

“Pada hari yang akan datang itu, tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan dengan izin-Nya, maka di antara mereka ada yang celaka dan yang bahagia”.

Tiadalah MUI sengaja berfatwa salah tanpa seizin-Nya sebagaimana tiadalah Ustadz Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya bertindak salah karena menerjemahkan ayat-ayat dalam shalatnya. Sungguh, kaum MUI sesat fatwanya dan menjadilah dia golongan orang-orang yang celaka. Dan benarlah Muhammad Yusman Roy dan jamaahnya karena Allah membelanya. Maka, niscaya tiadalah dia celaka melainkan jadilah mereka golongan orang-orang yang dibahagiakan dalam imannya.


<< Prev - Next >>




Galeri Foto

Galeri Foto Eden
Menu Utama
Home
Rahasia
Wahyu Tuhan
Fatwa Malaikat Jibril
Lembaran Eden
Gizi untuk Jiwa
Galeri Foto
Kidung Eden
Profil
Search
Site Map
Wahyu Terbaru

* Merebaknya Penyakit
* Gempa & Tsunami
* Penghapusan Agama
* Bencana Tak Tertahan
* Penetapan Raja dan Ratu di Eden
* Pertaubatan Lilis dan Tris
* Teguran atas Kebengisan dan Kekejaman Umat
* Ampunan kepada Lilik
* Mukjizat Cinta
* Derita Yanthi dan Kanker Payudaranya
* Surga Penuh Rahmat
* Jawaban Tuhan atas Sumpah Kaum Eden
* Pelepasan Syariat Agama
* Ancaman Bencana Tsunami
* Peringatan Tuhan untuk Bangsa Indonesia
* Wahyu Peresmian Kerajaan Tuhan
* Aura Kesucian dan Kebenaran
* Teguran Tuhan kepada Aar
* Bangsa Penentang Rasul Tuhan
* Perintah Tuhan kepada Dunuk
* Juru Selamat kaum Buddha

Syndicate
RSS 0.91
RSS 1.0
RSS 2.0
ATOM 0.3
OPML
© 2006 LiaEden.Info - Official Site of Archangel Gabriel

1 komentar:

  1. Sholat dengan bahasa Indonesia ini adalah sudah nyata teruji kebenarannya dan tidak termasuk perbuatan menodai agama Islam.
    DEMIKIAN AMAR PUTUSAN PN.SURABAYA, PT.SURABAYA, MA.JAKARTA. NO.75 K / PID / 27 JAN 2006.

    Dengan demikian TAMATLAH SUDAH segala hujatan yang sudah pernah kami terima dari pihak manapun, berikut dengan SEGUDANG DALIL argumentasinya MUI yang telah memfonis sesat dan menodai agama Islam terhadap hasil ij'tihad kami sebagai hamba Allah yang sangat menginginkan perbaikan kualitas ibadah menyembah / sembahyang.

    ALLAH HUAKBAR ...Ternyata pada finalnya Allah berkenan dengan segala kuasa-Nya membuktikan kebenaran-Nya sebagaimana firman-Nya tersebut dibawah ini;

    17:81. Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (cepat atau lambat).

    BalasHapus