Minggu, 18 Oktober 2009

Masdar Hilmy: “Yusman Roy Bisa Menjadi Imam Kelima”

atagori : Counter Liberalisme
Oleh : Redaksi 27 Apr 2007 - 9:33 pm
imageSeorang dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya mengatakan, andai Yusman Roy hidup sezaman imam madzhab, mungkin, ia akan menjadi imam kelima setelah Hanafi.

Bertempat di ruang sidang rektorat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, Rabu, 25 April 2007, kemarin digelar sebuah seminar dengan tema “Islam dan Pluralisme”. Hadir dalam acara tersebut empat nara sumber, mereka adalah Budhy Munawar Rachman dari Universitas Paramadina (Program officer Islam and Civil Society The Asia Foundation), Dr. Masdar Hilmy, MA (dosen IAIN Sunan Ampel, Fakultas Tarbiyah) Prof. DR. H. Syafiq A. Mughni, MA (PW Muhammadiyah Jawa Timur) dan Prof. DR. H. Nur Syam, M.Si (Purek II IAIN Sunan Ampel, Surabaya). Seminar yang dihadiri sekitar 70 orang tersebut membahas tentang urgensitas pluralisme dalam situasi global saat ini. Terlebih dalam konteks ke-Indonesia-an yang multikultural.

Dalam penjelasannya Budhy Munawar Rachman menyatakan bahwa perspektif yang mesti digunakan umat Islam saat ini adalah perspektif modern dalam hal ini adalah pluralisme. Lebih tegas, ia menyatakan, bahwa pluralisme merupakan sebuah fondasi utama dalam membentuk sebuah peradaban yang harmoni.

Menurut Budhy, seminar kali ini merupakan langkah awal selama satu semester ini. Puncaknya nanti akan digelar sebuah pertemuan mahasiswa IAIN, STAIN dan UIN di seluruh Indonesia yang akan membahas tentang pentingya pluralisme di Indonesia, demikian pemaparan Budhy Munawar Rachman dalam prolog penjelasannya.

image Dalam makalahnya yang berjudul “Pluralisme dan Dialog Antar Agama Dalam Sejarah Islam” Budhy mengatakan, perlunya pemikiran ulang terhadap term-term dalam Islam, Seperti term kafir, syrik, murtad dan lain-lain. Bahkan lebih jauh dia menambahkan umat Islam juga perlu meredefinisikan term ahlul kitab.

Salah satu cara, tulis Budhy, yang tepat adalah dengan menggunakan perspektif humanitas, toleransi dan saling menghargai. “Jadi tidak boleh dengan perspektif keimanan sebagaimana yang diformulasikan para ulama selama ini”.

Guna mendobrak antusias serta dukungan para peserta, seminar yang didominasi mahasiswa IAIN tersebut, Budhy juga mengatakan, bahwa “IAIN jauh lebih progresif dan modernis di bandingkan dengan kampus-kampus umum yang cenderung konservatif dan emosional,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta seminar yang kebanyak didominasi mahasiswa IAIN tersebut.

Budhy juga mengisahkan salah satu rangkaian acara yang dijalaninya bersama dengan Dawam Raharjo tepatnya di Universitas Mataram. Di sana Dawam diklaim sebagai orang yang membawa misi untuk memurtadkan umat Islam. Penjelasan tersebut spontan disambut dengan suara riuh para peserta.

Sementara itu, Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, yang juga Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur dalam pembukaannya mengatakan, bahwa dirinya tidak membela Muhammadiyah. “Saya dari Muhammadiyah tapi tidak untuk membela Muhammadiyah”, pernyataan langsung disambut tepuk tangan. Pada intinya, Syafiq menyayangkan sikap Universitas Muhammadiyah Gresik yang baru-baru ini menolak untuk diadakan sebuah event ‘Pluralisme Agama’ di kampus tersebut. Menurutnya, hal ini dikarenakan ada intervensi dari para tokoh Muhammadiyah di kawasan Gresik dan intervensi dari ketua umum Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsudin, jelasnya.

Karena itu, Syafiq mengaku heran, mengapa organisasi seperti Muhammadiyah yang diklaim sebagai organisasi Islam modern masih menolak pluralisme.

Yang menarik adalah penjelasan Dr. Nur Syam, yang lebih banyak melawak ketimbang memberikan penjelasan penting tentang makalahnya.

Selanjutnya adalah penjelasan Masdar Hilmy. Doktor muda alumni Mellbourne University dalam makalahnya yang berjudul “Pluralisme Keberagamaan di Tengah Perebutan Kuasa” berpendapat bahwa keberadaan MUI yang disponsori pemerintah, sejatinya menjadi titik rawan bagi masuknya sikap-sikap intoleran terhadap perbedaan keyakinan dalam Islam.

Lebih lanjut dalam makalahnya juga dituliskan bawa pengharaman MUI terhadap pluralisme beberapa waktu lalu menyiratkan aroma perebutan kuasa dalam lanskap politik keagamaan. Sebagai solusinya dia menawarkan bahwa pemerintah mesti menjaga jarak dengan MUI dengan alasan demi tegaknya asas netralitas Negara sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD 1945.

Yang tak kalah mencengangkan, Masdar menyampaikan pernyataan, bahwa Usman Roy, menjadi bulan-bulanan umat Islam karena cara sholatnya berbeda dengan umat Islam secara umum. Andai saja Yusman Roy itu hidup sezaman dengan imam-imam madzhab maka ceritanya akan berbeda. Dalam hal ini dia nyatakan bahwa “Yusman Roy ini adalah imam kelima setelah Imam Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafi’I”, demikian ungkap Masdar Hilmy yang disambut applous para peserta.

Sebagaimana diketahui, Mohammad Yusman Roy, adalah penanggung Pondok Itikaf Jamaah Ngaji Lelaku, yang pernah menyebarkan praktik shalat dalam dua bahasa, Arab dan Indonesia.

Meskipun demikian dia nyatakan bahwa pluralisme perlu dikemas lebih menarik lagi, sebab jika ditampilkan secara gamblang kemungkinan besar IAIN tidak akan laku lagi di Indonesia. Inilah yang mesti kita renungkan bersama untuk mewujudkan pluralisme yang sesungguhnya dalam ranah sosial masyarakat Indonesia, demikian tambah Masdar. [imam/hidayatullah.com]

3 komentar:

  1. innad diina 'indAlloohil islaam.
    sungguh agama di sisi Allooh adalah islaam.
    la kum diinu kum wa li ya diin.
    bukan Tuhan kecuali Allooh,
    Muhammad utusan Allooh.

    dalam kitab tafsir qur-aan annasafi, menulis dalam menafsirkan ayat fushshilat 41:44, bahwa imam hanafi berkata:
    boleh dalam sholaat membaca faatihah dalam bahasa persia.
    juga sewaqtu menafsirkan ayat:
    innahu fi zuburil awaliin. [?].

    fungsi bahasa 'arob adalah untuk menjelaskan pada bangsa 'arob, ibroohiim, 14:4.

    bangsa 'arob pasti kesulitan bila Qur-aan berbahasa asing, a'jam, sebagaimana dinyatakan dalam fushshilat 41:44.
    wAloohu a'lam.

    BalasHapus
  2. QS fushilat:44. Dan jika Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?". Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh".

    ini jelas ayat ini termasuk dasar bahwa dalam Shalat juga tidak harus menggunakan satu bahasa,,,,,

    BalasHapus
  3. Sholat dengan bahasa Indonesia ini adalah sudah nyata teruji kebenarannya dan tidak termasuk perbuatan menodai agama Islam.
    DEMIKIAN AMAR PUTUSAN PN.SURABAYA, PT.SURABAYA, MA.JAKARTA. NO.75 K / PID / 27 JAN 2006.

    Dengan demikian TAMATLAH SUDAH segala hujatan yang sudah pernah kami terima dari pihak manapun, berikut dengan SEGUDANG DALIL argumentasinya MUI yang telah memfonis sesat dan menodai agama Islam terhadap hasil ij'tihad kami sebagai hamba Allah yang sangat menginginkan perbaikan kualitas ibadah menyembah / sembahyang.

    ALLAH HUAKBAR ...Ternyata pada finalnya Allah berkenan dengan segala kuasa-Nya membuktikan kebenaran-Nya sebagaimana firman-Nya tersebut dibawah ini;

    17:81. Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (cepat atau lambat).

    BalasHapus